" Undang-undang keperawatan menjamin pelayanan keperawatan yang aman untuk masyarakat"

AD/ART PPNI

AD/ART PPNI
ANGGARAN DASAR DAN RUMAH TANGGA
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
(AD/ART PPNI)

(HASIL MUSYAWARAH NASIONAL IV PERSATUAN PERAWAT NASIONAL
INDONESIA DI BALIKPAPAN, 30 MEI 2010)

ANGGARAN DASAR DAN RUMAH TANGGA
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
(AD/ART PPNI)

MUKHADIMAH

Kami komunitas keperawatan Indonesia meyakini bahwa kami memerlukan suatu wadah bagi perjuangan profesi dalam mengisi kemerdekan Republik Indonesia demi tercapainya kehidupan masyarakat
yang sehat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Berkat rahmat Allah Yang Maha Esa disertai adanya keinginan bersama dari berbagai organisasi keperawatan untuk menyatukan diri dan membentuk satu organisasi profesi keperawatan di Indonesia (PPNI).
Bahwa untuk membentuk suatu organisasi yang melindungi, mengayomi, membina dan mengembangkan komunitas keperawatan di Indonesia sebagai sarana yang kuat bagi komunitas keperawatan
dan peduli terhadap asuhan keperawatan professional yang berkualias bagi kepentingan masyarakat dan ikut serta dalam peningkatan kesejahteraan komunitas keperawatan Indonesia.
Sebagai landasan untuk mencapai keinginan tersebut, disusunlah pedoman organisasi yakni dalam bentuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

ANGGARAN DASAR
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

BAB I
IDENTITAS ORGANISASI

Pasal 1
Nama Organisasi
Organisasi ini bernama Persatuan Perawat Nasional Indonesia disingkat PPNI.

Pasal 2
Bentuk Organisasi
Organisasi PPNI berbentuk kesatuan dimana Kedaulatan tertinggi ditangan anggota melalui melalui Musyawarah Nasional.
PPNI merupakan organisasi kemasyarakatan yang dibentuk atas dasar kesamaan profesi.

Pasal 3
Waktu Pendirian
Organisasi ini didirikan pada tanggal 17 Maret 1974 seagai hasil fusi dari berbagai organisasi keperawatan
yang sudah ada sebelumnya.

Pasal 4
Kedudukan
Organisasi ini berkedudukan di Wilayah Hukum Negara Republik Indonesia dengan pengurus Pusat berada di Ibukota Negara.

Pasal 5
Lambang Organisasi
Lambang PPNI berbentuk lingkaran yang berisi sebuah segi lima hijau tua dengan dasar kuning emas dan sebuah lampu puti yang berlidah api lima Kab/Kota warna merah dengan tulisan PERSATUAN
PERAWAT NASIONAL INDONESIA-PPNI pada bingkai lingkaran.

BAB II
SIFAT, AZAS DAN TUJUAN
Pasal 6
Sifat
PPNI adalah satu-satunya organisasi Profesi Perawat Indonesia yang merupakan wadah kesatuan seluruh perawat Indonesia.

Pasal 7
Azas
Organisasi ini berazaskan kaidah organisasi profesi dan nilai-nilai profesi keperawatan yaitu
pengasuhan (caring), pemeliharan (nurturing), altruisme dan holistik.

Pasal 8
Tujuan
1. Memantapkan persatuan dan kesatuan yang kokoh antar perawat.
2. Meningkatkan mutu pendidikan dan pelayanan keperawatan dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
3. Mengembangkan karir dan prestasi kerja bagi tenaga keperawatan sejalan dengan peningkatan
kesejahteraan tenaga masyarakat.
4. Memfasilitasi dan melindungi anggota dalam menggunakan hak politik dan hukum.
5. Meningkatkan hubungan kerjasama dengan organisasi lain, lembaga dan institusi lain baik di
dalam maupun diluar negeri.

BAB III
PERAN DAN FUNGSI
Pasal 9
1. PPNI berperan sebagai regulator dengan fungsi sertfikasi dan memfasilitasi registrasi lesensi.
2. PPNI berperan sebagai penata kehidupan keprofesian dengan fungsi menata organisasi;
pendidikan dan pelatihan; pelayanan keperawatan; pengembangan hubungan masyarakat dan kerjasama.
3. PPNI berperan sebagai fasilitator dalam merespon peningkatan kesejahteraan; dengan fungsi fasilitasi pengembangan karir, sistem penghargaan; dan pelaksanaan hak politik serta hak hokum.

BAB IV
KEANGGOTAN

Pasal 10
Jenis Keanggotaan
Anggota PPNI terdiri dari :
1. Anggota Biasa.
2. Anggota Khusus.
3. Anggota Kehormatan.

BAB V
SUSUNAN DAN KEPENGURUSAN ORGANISASI

Pasal 11
Susunan Organisasi
1. Susunan organisasi terdiri dari Organisasi Tingkat Pusat, Tingkat Provinsi, Tingkat Kab/Kota dan Tingkat Komisariat.
2. Dapat dibentuk organisasi perwakilan luar negeri yang disebut dengan Pengurus PPNI Perwakilan (diikuti nama Negara).
3. Dapat dibentuk organisasi Ikatan dan Himpunan Perawat seminat, Ikatan perawat spesialis sesuai dengan tuntutan kebutuhan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Dapat dibentuk Majelis kolegium dan Kolegium Keperawatan.

Pasal 12
Susunan Pengurus Organisasi
Susunan Pengurus Organisasi terdiri dari :
Pengurus Pusat
Pengurus Propinsi
Pengurus Kab/Kota
Pengurus Komisariat
Pengurus Perwakilan Luar Negeri

Pasal 13
KomposisiKepengurusan
1. Komposisi Pengurus terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno.
2. Kepengurusan bersifat kolektif.

Pasal 14
Masa Kepengurusan
1. Pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia dipilih untuk masa bhakti 5 (lima) tahun.
2. Ketua Umum, Ketua Propinsi, Ketua Kab/Kota tidak dapat dipilih kembali setelah menjabat 2 (dua) periode berturut-turut.

BAB VI
KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN

Pasal 15
Kewenangan
1. Pengurus Pusat berwenang :
a. Menentukan kebijakan organisasi di tingkat nasional berdasarkan AD/ART dan Rekomendasi Musyawarah Nasional dan atau hasil Rapat Kerja Nasional.
b. Menentukan dan mensyahkan kompetensi perawat.
c. Mengangkat dan mengambil keputusan terhadap seseorang yang berjasa teradap profesi Keperawatan untuk diangkat menjadi Anggota Kehormatan.
d. Bertindak untuk dan atas nama organisasi secara nasional dalam mewakili organisasi baik di dalam maupun di luar negeri
e. Kebijakan seperti dimaksud pada ayat (a) di atas dinyatakan syah apabila ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jendera.
f. Mewakili organisasi didalam dan diluar pengadilan.
g. Mensahkan komposisi dan personalia pengurus Propinsi.

2. Pengurus Propinsi
a. Menentukan kebijakan organisasi di tingkat wilayah kerjanya berdasarkan AD/ART, Rekomendasi Munas, Musyawarah Kerja Nasional, dan Kebijakan Pengurus Pusat, Musyawarah Propinsi dan Rapat Kerja Propinsi.
b. Mensahkan komposisi dan personalia pengurus Kab/Kota.

3. Pengurus Kab/Kota
a. Menentukan kebijakan organisasi di tingkat Propinsi kerjanya berdasarkan AD/ART, Rekomendasi Munas dan Kebijakan Pengurus Pusat, rekomendasi Musyawarah Propinsi dan Rapat Kerja Propinsi dan  rekomendasi Musyawarah Kab/Kota serta rekomendasi Rapat Kerja Kab/Kota.
b. Mensahkan komposisi dan personalia pengurus Komisariat.

4. Pengurus Komisariat
Memungut iuran Anggota dari anggota komisariat yang bersangkutan dan mendistribusikan hak Pengurus
Kab/Kota, Pengurus Propinsi dan Pengurus Pusat secara langsung melalui rekening masing-masing.

Pasal 16
Kewajiban
1. Pengurus Pusat
a. Menyampaikan pertanggungjawaban organisasi pada Musyawarah Nasional.
b. Melaksanakan segala ketentuan organisasi sesuai dengan AD/ART.
c. Memberikan pengakuan kompetensi perawat Indonesia.
d. Melaksanakan pembinaan organisasi secara berjenjang mulai dari Pengurus Propinsi, Kab/Kota.

2. Pengurus Propinsi
a. Menyampaikan pertanggungjawaban organisasi pada Musyawarah Propinsi.
b. Melaksanakan segala ketentuan organisasi sesuai dengan AD/ART.
c. Melaksanakan dan tunduk kepada keputusan yang telah diambil oleh Pengurus Pusat.
d. Melaksanakan pembinaan organisasi secara berjenjang mulai dari Pengurus Kab/Kota sampai ke Pengurus Komisariat

3. Pengurus Kab/Kota
a. Menyampaikan pertanggungjawaban organisasi pada Musyawarah Kab/Kota.
b. Melaksanakan segala ketentuan organisasi sesuai dengan AD/ART.
c. Melaksanakan pembinaan organisasi secara berjenjang mulai dari Pengurus Komisariat sampai ke Anggota.

4. Pengurus Komisariat
a. Menyampaikan pertanggugjawaban organisasi pada Rapat Anggota.
b. Melaksanakan segala ketentuan organisasi sesuai dengan AD/ART.
c. Melaksanakan pembinaan organisasi terhadap Anggota.
d. Menyetorkan iuran anggota yang menjadi hak Pengurus Kab/Kota, Pengurus Propinsi dan Pengurus Pusat melalui rekening masing-masing.
e. Melaksanakan pembinaan anggota dalam kepengurusa

BAB VII
DEWAN PERTIMBANGAN

Pasal 17
Pembentukan Dewan Pertimbangan dibentuk melalui keputusan Musyawarah Nasional/ Musyawarah Propinsi/ Musyawarah Kab/Kota.

Pasal 18
Kewenangan
Dewan Pertimbangan merupakan badan yang berwenang memberikan arahan, petunjuk dan pertimbangan, saran serta nasihat kepada Pengurus PPNI sesuai dengan tingkat kepengurusan organisasi.

Pasal 19
Susunan dan Komposisi Kepengurusan
1. Dewan Pertimbangan berada ditingkat Pengurus Pusat, Pengurus Propinsi dan Pengurus Kab/Kota.
2. Komposisi Dewan Pertimbangan terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan dua sampai empat orang Anggota.

Pasal 20
Tugas Pokok
Memberikan pertimbangan, arahan, nasehat, saran dan petunjuk kepada Pengurus PPNI dalam lingkup tingkat kepengurusan yang bersangkutan baik diminta maupun tidak diminta demi kemajuan dan pengembangan organisasi dan profesi Keperawatan.

BAB VIII
IKATAN, HIMPUNAN DAN KOLEGIUM

Pasal 21
Demi kemajuan dan pengembangan profesi keperawatan serta peningkatan pelayanan keperawatan dapat dibentuk Ikatan, Himpunan, dan Kolegium sesuai rumpun keilmuan dan spesialisasi keperawatan.

Pasal 22
Pembentukan Ikatan dan Himpunan
1. Ikatan dan Himpunan pertama kali terbentuk di tingkat nasional.
2. Kepengurusan Ikatan dan Himpunan dibentuk sampai tingkat Propinsi.
3. Pembentukan berproses dengan mengajukan askah akademik dan draft AD/ART hasil pra Kongres, kepada Pengurus Pusat PPNI sebagai bahan pertimbangan terbentuknya Ikatan dan Himpunan.
4. Apabila Naskah Akademik telah disetujui Pengurus Pusat PPNI calon Ikatan dan Himpunan harus menyelenggarakan Kongres sebagai prosesi pembentukan Ikatan dan Himpunan yang sah.
5. Kongres berwenang memilih Ketua Umum Ikatan dan atau Himpunan, menyepakati Naskah Akademik, AD/ART serta Keputusan lain yang berkaitan dengan Ikatan atau Himpunan.

Pasal 23
Pembentukan Kolegium dan Majelis Kolegium
1. Kolegium dapat dibentuk bedasarkan Musyawarah Pakar Keperawatan sesuai bidang keilmuan keperawatan dengan mempertimbangkan kebutuhan pelayanan keperawatan dan perkembangan keilmuan.
2. Pimpinan Kolegium dipilih oleh dan dari Anggota Kolegium.
3. Majelis Kolegium terdiri atas para ketua Kolegium.
4. Pimpinan Majelis Kolegium dipilih oleh dan dari Anggota Majelis Kolegium.
5. Kolegium dan Majelis Kolegium disyahkan dan dilantik dalam Musyawarah Nasional PPNI.
6. Kolegium dan Majelis Kolegium hanya ada di tingkat nasional.

Pasal 24
Kedudukan
1. Ikatan/ Himpunan/ Kolegiumbertanggungjawab kepada PPNI Pusat.
2. AD/ART Ikatan/ Himpunan/ Kolegium harus mendapat persetujuan dari Pengurus Pusat PPNI.
3. AD/ART Ikatan/ Himpunan/ Kolegium yang telah mendapatkan persetujuan Pengurus Pusat PPNI berstatus memiliki kekuatan Hukum.

Pasal 25
Kewenangan
1. Membina anggota Ikatan/ Himpunan/ Kolegium.
2. Memberikan masukan kepada PPNI untuk pengembangan profesi.
3. Menjadi pelaksana kerja sama antara PPNI dengan pihak lain dalam wilayah kerja Ikatan dan Himpunan
4. Kolegium berwenang menyusun standar kurikulum pendidikan, standar penyelenggaraan pendidikan dan uji kompetensi.
5. Mejelis Kolegium berwenang menjaga keserasian pelaksanaan tugas antar kolegium.
6. Kewenangan Kolegium dan Majelis Kolegium diatur secara rinci dalam peraturan Majelis Kolegium.

Pasal 26
Tugas Pokok
Ikatan dan Himpunan memiliki tugas pokok membina anggota dan pengembangan profesi dalam kekhususannya serta memberikan masukan kepada PPNI dalam menentukan kompetensi kekhususan dimaksud.

Pasal 27
Susunan dan Komposisi Kepengurusan
1. Susunan Kepengurusan Ikatan dan Himpunan terdiri dari Pengurus Pusat, dan Pengurus Propinsi.
2. Pengurus Pusat Ikatan dan Himpunan disyahkan dan dilantik oleh Pengurus Pusat PPNI.
3. Pengurus Ikatan dan Himpunan disyahkan dan dilantik oleh Pengurus Pusat Ikatan dan atau Himpunan dengan diketahui dan disaksikan oleh Pengurus Propinsi PPNI.

Pasal 28
Komposisi Kepengurusan
Komposisi kepengurusan Ikatan dan atau Himpunan disesuaikan dengan kebutuhan dan harus sesuai dengan AD/ART Ikatan dan atau Himpunan.

Pasal 29
Masa Kepengurusan
Masa Kepengurusan Ikatan/ Himpunan/ Kolegium adalah 5 (lima) tahun.

BAB IX
MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEPERAWATAN

Pasal 30
Pembentukan dan Kedudukan
1. Majelis Kehormatan Etik dibentuk oleh Pengurus Pusat.
2. Majelis Kehormatan Etik berkedudukan di Pengurus Pusat dan membentuk perwakilan di tingkat Pengurus Propinsi.
3. Majelis Kehormatan Etik bertanggungjawab kepada Pengurus Pusat.

Pasal 31
Kewenangan
Majelis Kehormatan Etik berwenang menyelidiki dan merekomendasikan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pelanggaran kode etik profesi keperawatan kepadaPengurus Pusat PPNI.

Pasal 32
Tugas Pokok
1. Membina anggota dalam penghayatan dan pengamalan Kode Etik Keperawatan.
2. Membuat pedoman penerapan etika dalam pemberian pelayanan keperawatan dan pedoman penyelesaian pertentangan etik dalam pelayanan keperawatan.

Pasal 33
Komposisi Kepengurusan
Pengurus Majelis Kehormatan Etik terdiri dari :
1 (satu) orang Ketua merangkap Anggota.
1 (satu) orang Wakil Ketua merangkap Anggota.
1 (satu) orang Sekretaris merangkap Anggota.
1 (satu) orang Wakil Sekretaris merangkap Anggota.
3 (tiga) atau 5 (lima) orang Anggota.

BAB X
BADAN-BADAN LAIN

Pasal 34
1. Badan-badan lain dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan perlu diatur dengan Peraturan Organisasi.
2. Badan lain seperti dimaksud ayat (1) pasal ini bersifat adhock dan dibentuk atas keputusan rapat pleno pengurus.
3. Pembentukan Badan lain seperti dimaksud ayat (1) pasal ini wajib disyahkan melalui Surat Keputusan Pengurus.

BAB XI
KEKAYAAN

Pasal 35
Kekayaan organisasi dapat berasal dari sumber :
1. Uang Pangkal.
2. Uang Iuran.
3. Hibah dan Sumbangan.
4. Usaha-usaha lain yang syah dan tidak mengikat.

BAB XII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 36
Perubahan Anggaran Dasar
Perubahan anggaran dasar ini hanya dapat dilakukan melalui Musyawarah Nasional.

Pasal 37
Pembubaran Organisasi
1. Pembubaran organisasi hanya bias dilakukan melalui suatu Musyawarah Nasional Khusus untuk itu.
2. Dalam hal organisasi dibubarkan maka kekayaan organisasi diserahkan kepada lembaga sosial atau Negara Republik Indonesia.

BAB XIII
PERATURAN PERALIHAN

Pasal 38
Peraturan-peraturan dan badan-badan yang ada tetap berlaku selama belum diadakan perubahan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 39
Penutup
1. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini diatur dalam Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar.
2. Anggaran Dasar ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

                                                                                                Ditetapkan di : Balikpapan
                                                                                                Pada tanggal : 30 Mei 2010
                                                                                                Ketua Umum PPNI Pusat


                                                                                                Dewi Irawaty, MA, PhD


ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
1. Yang dimaksud Perawat adalah seseorang yang telah menempuh pendidikan formal bidang keperawatan dan dinyatakan lulus, yang program pendidikannya telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
2. Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menamakan dirinya SMK Perawat Medis tidak
diakui sebagai perawat.
3. Yang dimaksud Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio, psiko, sosiokultural dan spiritual yang komprehensif, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik
dan atau mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri.

BAB II
KEANGGOTAAN

Pasal 2
Persyaratan Anggota
1. Anggota Biasa :
a. Warga Negara Indonesia.
b. Lulus pendidikan formal di bidang keperawatan yang telah disahkan oleh Pemerintah R.I.
c. Menyatakan diri untuk menjadi anggota PPNI melalui proses pendaftaran anggota pada Pengurus Kab/Kota atau Komisariat.
d. Mengisi dan Menandatangani surat persetujuan bersedia mengikuti dan mentaati Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPNI.
e. Bersedia aktif mengikuti kegiatan organisasi yang dilaksanakan PPNI dan atau Ikatan/Himpunan yang bernaung di bawah PPNI.

2. Anggota Khusus :
a. Perawat warga asing yang bekerja di Indonesia dan telah memenuhi ketentuan Pemerintah R.I dan telah mengikuti proses adaptasi. Untuk ketentuan adapatasi ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat.
b. Menyatakan diri untuk menjadi anggota PPNI melalui proses pendaftaran anggota pada Pengurus Kab/Kota atau Komisariat.
c. Mengisi dan menandatangani surat persetujuan bersedia mengikuti dan mentaati AD/ART PPNI.
d. Aktif mengikuti kegiatan organisasi yang dilaksanakan PPNI dan atau Ikatan / Himpunan yang bernaung di bawah PPNI.

3. Anggota Kehormatan :
Mereka yang bukan perawat, tetapi telah berjasa terhadap perkembangan keperawatan dan atau organisasi PPNI.

Pasal 3
Tata Cara Penerimaan Anggota
1. Anggota Biasa dan Khusus
a. Mendaftarkan diri untuk menjadi anggota PPNI di Sekretariat Pengurus Kabupaten/Kota (Kab/Kota) dan atau Pengurus Komisariat dan atau Pengurus PPNI Perwakilan Luar Negeri.
b. Mengisi dan menandatangani : formulir pendaftaran anggota, formulir kesediaan mengikuti kegiatan PPNI dan mentaati AD/ART serta formulir kesediaan mentaati Kode Etik Perawat Indonesia.
c. Pengurus Kab/Kota dan atau Pengurus PPNI Perwakilan Luar Negeri dapat menerima calon anggota tersebut apabila telah memenuhi persyaratan yang diperlukan.
d. Pengurus Kab/Kota dan atau Pengurus PPNI Perwakilan Luar Negeri mengusulkan diterbitkannya Nomor Induk Anggota dan kartu anggota bagi anggota yang telah diterima kepada Pengurus Pusat.

2. Anggota Kehormatan
a. Diusulkan oleh Pengurus Kab/Kota dengan persetujuan Pengurus Propinsi kepada Pengurus Pusat dan wajib dilengkapi dengan data pendukung bahwa yang bersangkutan berjasa bagi Profesi keperawatan dan atau PPNI.
b. Pengurus Pusat mengadakan rapat pleno khusus untuk membahas usulan calon anggota kehormatan
yang diusulkan Pengurus Kab/Kota yang telah dilengkapi lembar persetujuan dariPengurus Propinsi.
c. Dalam rapat pleno Pengurus Pusat dapat menerima atau menolak usulan tersebut.
d. Apabila usulan diterima, maka Pengurus Pusat wajib mengundang calon anggota kehormatan tersebut untuk mengikuti acara pengesahan dalam forum Munas dan atau Rekarnas.
e. Kepada Anggota kehormatan yang telah disyahkan diberikan nomor induk Anggota Kehormatan dan Kartu Anggota Kehormatan oleh Pengurus Pusat.

Pasal 4
Kewajiban Anggota
1. Menjunjung tinggi, mentaati dan mengamalkan Sumpah Perawat, Kode Etik Keperawatan Indonesia, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan semua peraturan serta Keputusan PPNI.
2. Membayar uang pangkal dan iuran bulanan, kecuali anggota kehormatan.
3. Menghadiri rapat-rapat atas undangan Pengurus Organisasi.

Pasal 5
Hak Anggota
1. Anggota biasa berhak untuk mengajukan pendapat, usul atau pertanyaan baik lisan maupun tertulis kepada pengurus PPNI, mengikuti seluruh kegiatan organisasi, memilih dan dipilih sesuai jenjang kepengurusan organisasi.
2. Anggota khusus dan anggota kehormatan berhak untuk mengajukan pendapat usul atau pertanyaan baik lisan maupun tertulis kepada pengurus PPNI, mengikuti seluruh kegiatan organisasi, tetapi tidak berhak dipilih.
3. Setiap anggota berhak mendapatkan kesempatan menambah atau mengembangkan ilmu dan keterampilan keperawatan yang diselenggarakan prganisasi sesuai program dan kemampuan organisasi serta memenuhi persyaratan.
4. Setiap anggota berhak mendapatkan perlindungan dan pembelaan dalam melaksanakan tugas organisasi dan profesi, apabila memenuhi :
a. Ketentuan organisasi.
b. AD/ART.
c. Kode Etik Keperawatan Indonesia.
d. Standar Kompetensi.
e. Standar Praktik.
f. Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 6
Pemberhentian Anggota
Anggota berhenti/hilang keanggotanannya apabila :
1. Meninggal dunia.
2. Permintaan sendiri secara tertulis, setelah melakukan konsultasi dengan Pengurus Kab/Kota
yang membidangi organisasi.
3. Diberhentikan oleh Pengurus Pusat atas usul Dewan Pertimbangan dan atau Majelis Kehormatan
Etik Keperawatan Setempat setelah terbukti berbuat halhal yang merugikan organisasi.

Pasal 7
Tata Cara Pemberhentian Anggota
1. Pemberhentian atas permintaan sendiri hanya dapat dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis kepada Pengurus Kab/Kota di mana ia terdaftar, setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan Pengurus Kab/Kota yang mebidangi organisasi dan diajukan sekurang-kurangnya satu bulan sebelumnya.
2. Seorang anggota dapat dikenakan pembehentian sementara oleh Pengurus Kab/Kota setelah didahului dengan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dengan jarak waktu masing-masing 1 (satu) bulan dengan tembusan kepada Pengurus Propinsi dan Pengurus Pusat.
3. Paling lama 6 (enam) bulan setelah penetapan pemberhentian sementara Pengurus Kab/Kota dapat merehabilitasi kembali atau mengusulkan pemberhentian tetap dengan persetujuan Pengurus Propinsi kepada Pengurus Pusat untuk dikukuhkan, apabila tidak menunjukkan perubahan kearah perbaikan.
4. Dalam kondisi luar biasa yang mengancam organisasi, Pengurus Pusat dapat melakukan pemberhentian langsung, kemudian memberitahukan kepada Pengurus Propinsi dan Pengurus Kab/Kota.

Pasal 8
Pembelaan
1. Anggota yang diberhentikan sementara dapat membela diri di hadapan rapat pleno Pengurus Kab/Kota.
2. Bila dipandang perlu, anggota yang dikenakan pemberhentian tetap dapat mengajukan pembelaannya pada Musyawarah Propinsi (MUSPROP), atau Musyawarah Nasional (MUNAS).
3. Keputusan Musyawarah Propinsi (MUSPROP) atau Musyawarah Nasional (MUNAS) dapat membatalkan atau memperkuat tindakan pemberhentian tetap tersebut dengan ketentuan bahwa kepeutusan tersebut memenuhi quorum yakni didukung sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah utusan yang hadir dalam Musyawarah Propinsi (MUSPROP) atau Musyawarah Nasional (MUNAS).

Pasal 9
Pengkaderan
1. Untuk kesinambungan upaya organisasi perlu dibina kader-kader kepemimpinan PPNI
2. Kader-kader yang akan dipromosikan tealh disaring dengan kriteria :
a. Memiliki prestasi, dedikasi dan loyal terhadap PPNI.
b. Mempunyai bakat dan pengetahuan serta pengalaman dalam kepemimpinan organisasi keperawatan.
c. Telah melalui proses pendidikan dan atau pelatihan khusus untuk itu.
d. Tidak pernah melakukan tindakan yang tercela.
3. Ketentuan terkait pengkaderan dapat diatur tersendiri sepanjang tidak bertentangan dengan ART PPNI.

Pasal 10
Sanksi
1. Bagi anggota yang tidak melaksanakan kewajiban organisasi dapat diberikan sanksi.
2. Tata cara pemberian sanksi harus diatur lebih lanjut melalui peraturan organisasi yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat.
3. Jenis sanksi yang dapat diberikan berupa :
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Penghentian sementara dari keanggotaan
d. Penghentian permanen dari keanggotaan

Pasal 11
Kartu Anggota
1. Kartu Anggota dikeluarkan dan ditandatangani oleh Ketua pengurus Kab/Kota.
2. Nomor induk anggota dikeluarkan oleh Pengurus Pusat sesuai kodifikasi KTA.

BAB III
MUSYAWARAH DAN RAPAT

Pasal 12
Musyawarah Nasional
1. Status
a. Musyawarah Nasional selanjutnya disingkat MUNAS merupakan pelaksanaan kedaulatan tertinggi organisasi di tingkat nasional.
b. MUNAS diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Pengurus Pusat melalui badan khusus yang disebut Panitia MUNAS, yang diangkat dan bertanggungjawab kepada Pengurus Pusat.
c. Panitia MUNAS terdiri dari Steering Commity (SC) dan Organising Commity (OC).
d. Dalam keadaan luar biasa dapat dilakukan sewaktu-waktu MUNAS Luar Biasa, atas usul sekurang-kurangnya 3 (tiga) Pengurus Propinsi dan disetujui 2/3 (dua pertiga) dari Pengurus Propinsi yang ada.
e. MUNAS dapat menyelenggarakan siding ilmiah diluar sedang organisasi.

2. Kewenangan
a. Mengesahkan jadwal acara dan peraturan tata tertib MUNAS.
b. Memilih dan mengesahkan Pimpinan MUNAS.
c. Menyempurnakan atau menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi, pedoman-pedoman pokok, garis-garis besar program kerja Organisasi dan pernyataan sikap.
d. Menilai pertanggungjawaban Pengurus Pusat mengenai pelaksanaan hasil MUNAS sebelumnya, apabila pertanggungjawaban Pengurus Pusat selesai, maka Pengurus Pusat dinyatakan demisioner, dan selanjutnya Pengurus Pusat mempunyai status anggota biasa.
e. Memilih dan melantik Ketua Umum terpilih.
f. Menunjuk Ketua terpilih sebagai Ketua Tim Formatur.
g. Memilih anggota Tim Formatur.
h. Memberikan mandate kepada Tim Formatur untuk melengkapi Personel Pengurus Pusat, Dewan Pertimbangan Pusat dan Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Pusat, setelah terbentuk kepengurusan lengkap organisasi PPNI secara otomatis Tim Formatur dinyatakan bubar.
i. Memberikan mandate kepada Ketua Terpilih untuk melantik Pengurus Pusat, Dewan Pertimbangan Pusat, Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Pusat dan Badan Ikatan/ Himpunan PPNI yang baru.
j. Menetapkan garis-garis besar program kerja Pengurus Pusat.
k. Menetapkan tempat MUNAS berikutnya.

3. Pedoman Umum MUNAS
a. MUNAS diselenggarakan oleh Pengurus Pusat melalui Panitia MUNAS yang terdiri dari panitia pengarah dan panitia pelaksana yang diangkat dengan hak otonomi penuh dan bertanggungjawab kepada Pengurus Pusat.
b. Tempat pelaksanaan MUNAS ditetapkan pada MUNAS sebelumnya.
c. Panitia pelaksana MUNAS bertanggungjawab dari segi teknis penyelenggaraan MUNAS.
d. Peserta MUNAS :
1) Utusan, terdiri dari :
a) Utusan Pengurus Pusat 5 (lima) orang
b) Utusan Pengurus Propinsi 3 (tiga) orang
c) Utusan Pengurus Kab/Kota 3 (tiga) orang
d) Utusan Dewan Pertimbangan 1 (satu) orang
e) Utusan Majelis Kehormatan Etik Keperawatan 1 (satu) orang
f) Utusan Kolegium, Ikatan dan Himpunan masing-masing 1 (satu) orang
2) Sebagai utusan wajib dibuktikan dengan surat tugas/mandate sebagai utusan dari organisasi yang diwakilinya.
3) Peninjau adalah Pengurus Pusat, Pengurus Propinsi, Pengurus Kab/Kota, Pengurus Komisariat, Pengurus Dewan Pertimbangan, Pengurus Majelis Kehormatan Etik Keperawatan, Pengurus Ikatan/ Himpunan diluar utusan dan undangan lain yang berminat menghadiri MUNAS.

4. MUNAS sah apabila dihadiri oleh 50% ditambah satu jumlah Propinsi dan jumlah Kab/Kota yang hadir.
5. MUNAS, apabila persyaratan ini belum terpenuhi dapat ditunda paling lambat 3 bulan, dan setelah itu MUNAS dianggap sah dengan peserta MUNAS yang hadir.
6. Utusan mempunyai hak bicara, hak memilih dan dipilih, sementara peninjau mempunyai hak bicara dan hak dipilih saja.
7. Sidang Paripurna MUNAS dipimpin oleh Pimpinan MUNAS yang terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan 2 (dua) orang anggota. Kecuali sidang paripurna pengesahan quorum, jadwal acara, tata tertib dan pemilihan Pimpinan MUNAS dipimpin oleh Steering Commity.
8. Tempat penyelenggaraan MUNAS ditetapkan pada MUNAS sebelumnya.
9. Hal-hal yang belum tercantum dalam Pedoman Umum ini akan diatur dalam Tata Tertib MUNAS.

Pasal 13
Musyawarah Propinsi
1. Status
a. Musyawarah Propinsi selanjutnya disingkat MUSPROP merupakan pelaksanaan kedaulatan tertinggi organisasi ditingkat Propinsi.
b. MUSPROP diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Pengurus Propinsi melalui badan khusus yang disebut Panitia MUSPROP, yang diangkat dan bertanggung kepada Pengurus Propinsi.
c. Panitia MUSPROP terdiri dari Steering Commity (SC) dan Organising Commity (OC).
d. Dalam keadaan luar biasa dapat silakukan sewaktu-waktu Musyawarah Propinsi Luar Biasa, atas usul sekurang-kurangnya 3 (tiga) Pengurus Kab/Kota dan disetujui 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Pengurus Kab/Kota yang ada di Propinsi tersebut.
e. MUSPROP dapat menyelenggarakan siding ilmiah diluar siding organisasi.

2. Kewenangan
a. Mengesahkan jadwal acara dan peraturan tata tertin MUSPROP.
b. Memilih dan mengesahkan Pimpinan MUSPROP.
c. Menilai pertanggungjawaban Pengurus Propinsi mengenai amanat yang diberikan oleh MUSPROP sebelumnya, apabila pertanggungjawaban Pengurus Propinsi selesai, maka Pengurus Propinsi dinyatakan demisioner dan selanjutnya Pengurus Propinsi mempunyai status anggota biasa.
d. Memilih Ketua Pengurus Propinsi yang selanjutnya Ketua Pengurus Propinsi dilantik oleh Ketua Umum atau Pengurus Pusat PPNI yang diberi mandat.
e. Menunjuk Ketua Pengurus Propinsi terpilih sebagai Ketua Tim Formatur.
f. Memilih anggota Tim Formatur Propinsi.
g. Memberikan mandat kepada Tim Formatur untuk menyusun personel Pengurus Propinsi, Dewan Pertimbangan Propinsi dan setelah terbentuk kepengurusan lengkap organisasi PPNI Propinsi secara otomatis Tim Formatur dinyatakan bubar.
h. Memberikan mandat kepada Tim Formatur untuk mengusulkan personel Pengurus Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Propinsi kepada MKEP Pusat.
i. Memberikan mandat kepada Ketua Pengurus Propinsi terpilih untuk melantik Pengurus Propinsi, Dewan Pertimbangan Propinsi, Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Propinsi.
j. Menetapkan garis-garis besar program kerja Pengurus Propinsi.

3. Pedoman Umum MUSPROP
a. MUSPROP diselenggarakan oleh Pengurus Propinsi melalui Panitia Pelaksana MUSPROP yang
diangkat oleh Pengurus Propinsi.
b. Tempat pelaksanaan MUSPROP ditetapkan pada MUSPROP sebelumnya.
c. Panitia Pelaksana MUSPROP bertanggungjawab dari segi teknis penyelenggaraan MUSPROP.
d. Peserta MUSPROP terdiri dari :
1) Utusan :
a) Utusan Pengurus Propinsi 3 (tiga) orang.
b) Pengurus Kab/Kota 3 (tiga) orang.
c) Dewan Pertimbangan dan Majelis Kehormatan Etik Keperawatan, masing-masing 1 (satu) orang.
d) Kolegium, Ikatan dan Himpunan masing-masing 1 (satu) orang.
2) Sebagai utusan wajib dibuktikan dengan surat Mandat sebagai utusan dari organisasi yang diwakilinya.
3) Peninjau adalah Pengurus Pusat, Pengurus Propinsi, Pengurus Kab/Kota, Pengurus Komisariat, Pengurus Dewan Pertimbangan, Pengurus Majelis Kehormatan Etik Keperawatan, Pengurus Ikatan/ Himpunan diluar utusan dan undangan lain yang berminat menghadiri MUSPROP.
e. MUSPROP sah apabila dihadiri oleh 50% ditambah satu jumlah kabupaten/kota dan jumlah utusan MUSPROP, apabila persyaratan ini belum terpenuhi dapat ditunda paling lambat 3 bulan dan setelah itu MUSPROP dianggap sah dengan peserta MUSPROP yang hadir.
f. Utusan dengan mandat tertulis mempunyai hak bicara, hak memilih dan dipilih, sementara peninjau mempunyai hak bicara dan hak dipilih saja.
g. MUSPROP dipimpin Pimpinan MUSPROP yang terdiri dari seorang Ketua, seorang Sekretaris, dan 2 (dua) orang anggota. Kecuali sidang paripurna pengesahan quorum, jadwal acara, tata tertib dan pemilihan Pimpinan MUSPROP dipimpin oleh Steering Committee.
h. Hal-hal yang belum tercantum dalam Pedoman Umum ini akan diatur dalam Tata Tertib MUSPROP.

Pasal 14
Musyawarah Kab/Kota
1. Status
a. Musyawarah Kab/Kota selanjutnya disingkat MUSKAB/MUSKOT merupakan pelaksanaan kedaulatan tertinggi organisasi di tingkat Kab/Kota.
b. MUSKAB/MUSKOT diselenggarakan setiap 5 (lima) tahunsekali oleh Pengurus Kab/Kota melalui badan khusus yang disebut Panitia MUSKAB/MUSKOT, yang diangkat dan bertanggung kepada Pengurus Kab/Kota.
c. Dalam keadaan luar biasa dapat dilakukan sewaktu-waktu Musyawarah Kab/Kota Luar Biasa di Tingkat Kab/Kota, atas usul sekurang-kurangnya 3 (tiga) Pengurus Komisariat dan disetujui 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Pengurus Komisariat dibawah Pengurus Kab/Kota tersebut.
d. MUSKAB/MUSKOT dapat menyelenggarakan siding ilmiah diluar siding organisasi.

2. Kewenangan
a. Mengesahkan jadwal acara dan peraturan tata tertib MUSKAB/MUSKOT.
b. Memilih dan mengesahkan Pimpinan MUSKAB/MUSKOT.
c. Menilai pertanggungjawaban Pengurus Kab/Kota mengenai amanat yang diberikan oleh MUSKAB/MUSKOT sebelumnya, apabila pertanggungjawaban Pengurus Kab/Kota selesai, maka Pengurus Kab/Kota dinyatakan sebagai demisioner dan selanjutnya Pengurus Kab/Kota mempunyai status anggota biasa.
d. Memilih Ketua Pengurus Kab/Kota yang selanjutnya Ketua Pengurus Kab/Kota terpilih dilantik oleh Pengurus Propinsi atas nama Ketua Umum Pengurus Pusat PPNI.
e. Menunjuk Ketua Pengurus Kab/Kota terpilih sebagai Ketua Tim Formatur.
f. Memilih Anggota Tim Formatur.
g. Memberikan mandat kepada Tim Formatur untuk melengkapi personel Pengurus Kab/Kota, Dewan Pertimbangan Kab/Kota. Setelah terbentuk kepengurusan lengkap, maka secara otomatis Tim Formatur dinyatakan bubar.
h. Memberikan mandat kepada Ketua Pengurus Kab/Kota terpilih untuk melantik Pengurus Kab/Kota, Dewan Pertimbangan Kab/Kota.
i. Menetapkan garis-garis besar program kerja Pengurus Kab/Kota.

3. Pedoman Umum MUSKAB/MUSKOT
a. MUSKAB/MUSKOT diselenggarakan oleh Pengurus Kab/Kota melalui Panitia Pelaksana MUSKAB/MUSKOT yang diangkat oleh Pengurus Kab/Kota.
b. Tempat pelaksanaan MUSKAB/MUSKOT ditentukan pada MUSKAB/MUSKOT sebelumnya.
c. Panitia pelaksana MUSKAB/MUSKOT bertanggungjawab dari segi teknis penyelenggaraan MUSKAB/MUSKOT.
d. Peserta MUSKAB/MUSKOT terdiri dari :
1) Utusan
a) Pengurus Kab/Kota 3 (tiga) orang
b) Dewan Pertimbangan 1 (satu) orang
c) Majelis Kehormatan Etik Keperawatan, masing-masing 1 (satu) orang
d) Pengurus Komisariat 3 (tiga) orang
2) Sebagai utusan wajib dibuktikan dengan surat mandat sebagai utusan dari organisasi yang diwakilinya.
3) Peninjau adalah Pengurus Propinsi, Pengurus Kab/Kota, Pengurus Komisariat, Pengurus Dewan Pertimbangan, Pengurus Ikatan/ Himpunan diluar utusan dan undangan lain yang berminat menghadiri MUSKAB/MUSKOT.
e. MUSKAB/MUSKOT sah apabila dihadiri oleh 50% ditambah satu jumlah Pengurus Komisariat dibawah
Pengurus Kab/Kota yang bersangkutan, apabila persyaratan ini belum terpenuhi dapat ditunda paling lambat 3 bulan dan setelah itu MUSKAB/MUSKOT dianggap sah dengan jumlah peserta MUSKAB/MUSKOT yang hadir.
f. Utusan dengan mandat tertulis mempunyai hak bicara, hak memilih dan dipilih, sementara peninjau mempunyai hak bicara dan dipilih saja.
g. MUSKAB/MUSKOT dipimpin Pimpinan MUSKAB/MUSKOT yang terdiri dari seorang Ketua, seorang
Sekretaris, dan 2 (dua) orang Anggota. Kecuali sidang paripurna pengesahan quorum, jadwal acara, tata tertib dan pemilihan Pimpinan MUSKAB/MUSKOT dipimpin oleh Streering Commity.
h. Hal-hal yang belum tercantum dalam Pedoman Umum ini akan diatur dalam Tata Tertib MUSKAB/MUSKOT.

Pasal 15
Rapat Kerja Nasional
1. Status
a. Rapat kerja nasional disingkat RAKERNAS adalah rapat kerja Pengurus Pusat yang dihadiri oleh Pengurus Pusat dan Pengurus Propinsi dan dapat pula diikuti oleh Pengurus Kab/Kota.
b. RAKERNAS diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu periode kepengurusan.
c. Dalam keadaan luar biasa rapat kerja nasional dapat dilakukan sewaktu-waktu atas usul Pengurus Pusat atau Pengurus Propinsi dan mendapat persetujuan sekurang-kurangnya setengah jumlah Pengurus Propinsi yang ada.

2. Kewenangan
a. Menilai pelaksanaan program kerja amanat MUNAS, menyempurnakan dan memperbaiki untuk dilaksanakan pada sisa periode kepengurusan selanjutnya.
b. Membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan organisasi.
c. Membahas bahan-bahan yang akan dibahas pada MUNAS yang akan datang.
d. Mengambil Keputusan Organisasi secara nasional yang harus diikuti oleh seluruh pengurus dan anggota PPNI.

3. Tata Tertib Rapat Kerja Nasional
a. RAKERNAS diselenggarakan oleh Pengurus Pusat dengan Pantia Pelaksana Pengurus Propinsi yang ditunjuk.
b. Panitia Pelaksana RAKERNAS bertanggung jawab mengenai teknis penyelenggaraan rapat kerja nasional.
c. RAKERNAS dihadiri oleh Pengurus Pusat, Pengurus Propinsi, Dewan Pertimbangan, Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Indonesia, Pengurus Ikatan/ Himpunan dan badan khusus, peninjau dan undangan yang diundang Pengurus Pusat.
d. RAKERNAS dipimpin oleh Pengurus Pusat.
e. Hal-hal ini yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan tersendiri, selama tidak bertentangan dengan AD/ART.

Pasal 16
Rapat Kerja Propinsi
1. Status
a. Rapat Kerja Propinsi disingkat RAKERPROP adalah Rapat Kerja Pengurus Propinsi yang dihadiri oleh utusan Pengurus Pusat, Pengurus Propini dan utusan Pengurus Kab/Kota dan dapat pula diikuti oleh Pengurus Komisariat.
b. RAKERPROP diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu periode kepengurusan.
c. Dalam keadaan luar biasa Rapat Kerja Propinsi dapat dilakukan sewaktu-waktu atas usul Pengurus Propinsi atau Pengurus Kab/Kota dan mendapat persetujuan sekurang-kurangnyasetengan jumlah Pengurus Kab/Kota yang ada di Propinsi tersebut.

2. Kewenangan
a. Menilai pelaksanaan program kerja amanat MUSPROP, menyempurnakan dan memperbaiki untuk dilaksanakan pada sisa periode kepengurusan selanjutnya.
b. Membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan organisasi.
c. Membahas bahan-bahan yang akan dibahas pada MUSPROP yang akan datang.

3. Tata Tertib Rapat Kerja Propinsi
a. RAKERPROP diselenggarakan oleh Pengurus Propinsi dengan Panitia Pelaksana Pengurus Kab/Kota yang ditunjuk Pengurus Propinsi.
b. Panitia Pelaksana RAKERROP bertanggung jawab mengenai teknis penyelenggaraan RAKERPROP.
c. RAKERPROP dihadiri oleh utusan Pengurus Propinsi, Dewan Pertimbangan Propinsi, Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Indonesia, Pengurus Kab/Kota, Pengurus Ikatan/Himpunan dan badan khusus, peninjau dan undangan yang diundang oleh Pengurus Propinsi.
d. RAKERPROP dipimpin oleh Pengurus Propinsi.
e. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan tersendiri, selama tidak bertentangan dengan AD/ART.

Pasal 17
Rapat Kerja Kab/Kota
1. Status
a. Rapat Kerja Kab/Kota disingkat RAKERKOT/RAKERCAB adalah Rapat Kerja Pengurus Kab/Kota yang dihadiri oleh utusan Pengurus Komisariat dan Pengurus Ikatan/ Himpunan.
b. RAKERKOT/RAKERCAB diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu periode kepengurusan Pengurus Kab/Kota.
c. Dalam keadaan luar biasa RAKERKOT/RAKERCAB dilakukan sewaktu-waktu atas usul Pengurus Komisariat dan mendapat persetujuan sekurang-kurangnya setengah jumlah Pengurus Komisariat yang ada.

2. Kewenangan
a. Menilai pelaksanaan program kerja amanat MUSKAB/MUSKOT.
b. Menyempurnakan dan memperbaiki program kerja untuk dilaksanakan pada sisa periode kepengurusan selanjutnya.
c. Membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan organisasi.
d. Membahas bahan-bahan yang akan dibahas pada MUSKAB/MUSKOT dan atau usulan pada MUSPROP/MUNAS yang akan datang.

3. Tata Tertib Rapat Kerja Kab/Kota
a. RAKERKOT/RAKERCAB diselenggarakan oleh Pengurus Kab/Kota dengan Panitia Pelaksana Pengurus Komisariat yang ditunjuk Pengurus Kab/Kota.
b. Panitia Pelaksana RAKERKOT/RAKERCAB bertanggung jawab mengenai teknis penyelenggaran rapat kerja Pengurus Kab/Kota.
c. RAKERKOT/RAKERCAB dihadiri oleh utusan Pengurus Kab/Kota, Pengurus Komisariat, Ikatan/ Himpunan.
d. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan tersendiri, selama tidak bertentangan dengan AD/ART.

Pasal 18
Musyawarah Anggota
1. Status
a. Musyawarah Anggota adalah Pelaksanaan kedaulatan tertinggi di tingkat komisariat yang dihadiri oleh Pengurus dan anggota komisariat, Pengurus Kab/Kota serta undangan yang diundang oleh Pengurus Komisariat.
b. Musyawarah Anggota diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun.
c. Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Anggota dapat dilakukan sewaktu-waktu atas usul Pengurus Komisariat dan mendapat persetujuan sekurang-kurangnya setengah jumlah anggota di Komisariat tersebut.

2. Kewenangan
a. Menetapkan dan menilai pelaksanaan program kerja Pengurus Komisariat serta memperbaiki program yang berjalan untuk dilaksanakan pada sisa periode kepengurusan.
b. Membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan dan atau perkembangan organisasi.
c. Memilih Pengurus Komisariat.
d. Menjabarkan program kerja komisariat sebagai pelaksanaan dari program kerja hasil MUSKAB/MUSKOT.

3. Pedoman Musyawarah Anggota
a. Musyawarah Anggota diselenggarakan oleh Pengurus Komisariat.
b. Musyawarah anggota dihadiri oleh utusan Pengurus Kab/Kota serta seluruh pengurus dan anggota di Komisariat tersebut.
c. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan tersendiri, selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

BAB IV
SUSUNAN DAN KEPENGURUSAN

Pasal 19
Susunan Organisasi
1. Pengurus Pusat, meliputi seluruh Propinsi Indonesia dan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
2. Pengurus Propinsi, meliputi Propinsi, Daerah Istimewa, Daerah Khusus Ibukota dan berkedudukan di Ibukota Propinsi, Daerah Istimewa, Daerah Khusus Ibukota.
3. Pengurus Kab/Kota, meliputi Propinsi Kab/Kota dan berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota.
4. Pengurus Komisariat, merupakan perwakilan dari Pengurus Kab/Kota pada institusi tertentu yang memiliki anggota sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) orang.

Pasal 20
Pengurus Pusat
1. Pengurus Pusat terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno.
2. Pengurus Harian terdiri dari Ketua Umum, Ketua, Sekretaris Jendral, Sekretaris, Bendahara Umum dan Bendahara.
3. Pengurus Pleno terdiri dari Pengurus Harian dan para Ketua Departemen serta Anggota Departemen.
4. Komposisi Pengurus Pusat terdiri :
a. Ketua Umum
1) Ketua I : Membidangi Departemen Organisasi, Departemen Hukum, Hubungan Masyarakat dan Pemberdayaan Politik, serta Departemen Pengembangan Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri.
2) Ketua II : Membidangi Departemen Pendidikan dan Pelatihan, Departemen Pelayanan Keperawatan serta Departemen Kesejahteraan.

b. Sekretaris Jenderal
1) Sekretaris I
2) Sekretaris II

c. Bendahara Umum
1) Bendahara I
2) Bendahara II

d. Ketua Departemen
1) Ketua Departemen Organisasi
2) Ketua Departemen Hukum dan Hubungan Masyarakat serta Pemberdayaan Politik.
3) Ketua Departemen Pendidikan dan Pelatihan.
4) Ketua Departemen Pelayanan.
5) Ketua Departemn Pengembangan, Kerjasama dalam Negeri dan Luar Negeri.
6) Ketua Departemen Kesejahteraan.

e. Anggota-anggota
Departemen
1) Dua Anggota Departemen Organisasi
2) Dua Anggota Departemen Hukum, Hubungan Masyarakat & Pemberdayaan Politik
3) Dua Anggota Departemen Pendidikan dan Pelatihan.
4) Dua Anggota Departemen Pelayanan.
5) Dua Anggota Departemen Pengembangan, Kerjasama dalam Negeri dan Luar Negeri.
6) Dua Anggota Departemen Kesejahteraan.

Pasal 21
Pengurus Propinsi
1. Pengurus Propinsi terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno.
2. Pengurus Harian terdiri dari Ketua, Sekretaris, Wakil sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara.
3. Pengurus Pleno terdiri dari Pengurus Harian dan para Ketua Bidang serta Anggota Bidang.
4. Komposisi Pengurus Propinsi terdiri dari :
a. Ketua
1) Wakil Ketua I : Membidangi Bidang Organisasi, Hukum, dan Pemberdahayaan Politik dan Bidang Pengembangan Kerjasama dan Humas.
2) Wakil Ketua II : Membidangi Bidang Pendidikan dan Pelatihan, Bidang Pelayanan Keperawatan dan Bidang Kesejahteraan
b. Sekretaris
1) Wakil Sekretaris I
2) Wakil Sekretaris II
c. Bendahara
1) Wakil Bendahara I
2) Wakil Bendahara II
d. Ketua-ketua Bidang
1) Ketua Bidang Organisasi Hukum & Pemberdayaan Politik
2) Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan
3) Ketua Bidang Pelayanan
4) Ketua Bidang Pengembangan, Kerjasama dan Humas
5) Ketua Bidang Kesejahteraan
e. Anggota-anggota Bidang
1) Dua orang anggota Bidang Organisasi Hukum & Pemberdayaan Politik.
2) Dua orang anggota Bidang Pendidikan dan Pelatihan.
3) Dua orang anggota Bidang Pelayanan.
4) Dua orang anggota Bidang Pengembangan, Kerjasama dan Humas.
5) Dua orang anggota Bidang Kesejahteraan.

Pasal 22
Pengurus Kab/Kota
1. Pengurus Kab/Kota terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno.
2. Pengurus Harian terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara.
3. Pengurus Pleno terdiri dari Pengurus Harian dan para Ketua Divisi serta Anggota Divisi.
4. Komposisi Pengurus Kab/Kota terdiri dari :
a. Ketua
1) Wakil Ketua I : Membidangi Divisi Organisasi, Hukum dan Pemberdayaan Politik dan Divisi Pengembangan Kerjasama dan Humas.
2) Wakil Ketua II : Membidangi Divisi Pendidikan dan Pelatihan, Divisi Pelayanan Keperawatan dan Divisi Kesejahteraan.
b. Sekretaris
1) Wakil Sekretaris I
2) Wakil Sekretaris II
c. Bendahara
1) Wakil Bendahara I
2) Wakil Bendahara II
d. Ketua-ketua Divisi
1) Ketua Divisi Organisasi Hukum & Pemberdayaan Politik.
2) Ketua Divisi Pendidikan dan Pelatihan.
3) Ketua Divisi Pelayanan.
4) Ketua Divisi Pengembangan, Kerjasama dan Humas.
5) Ketua Divisi Kesejahteraan.
e. Anggota-anggota Divisi
1) Dua orang anggota Divisi Organisasi Hukum & Pemberdayaan Politik.
2) Dua orang anggota Divisi Pendidikan dan Pelatihan.
3) Dua orang anggota Divisi Pelayanan.
4) Dua orang anggota Divisi Pengembangan, Kerjasama dan Hukum.
5) Dua orang anggota DivisiKesejahteraan.

Pasal 23
Pengurus Komisariat
1. Pengurus Komisariat merupakan perwakilan dari Pengurus Kab/Kota pada institusi tertentu yang anggotanya sekurang-kurangnya 25 orang.
2. Pengurus Komisariat PPNI terdiri dari :
a. Ketua
b. Sekretaris dan Wakil Sekretaris
c. Bendahara dan Wakil Bendahara
d. Seksi-seksi :
1) Seksi Organisasi dan Hukum
2) Seksi Pendidikan dan Pelatihan
3) Seksi Pelayanan
4) Seksi Pengembangan, Kerjasama dan Hukum
5) Seksi Kesejahteraan Anggota

Pasal 24
Syarat Pengurus Organisasi
1. Berasal dari anggota yang berpengalaman dan mempunyai kepribadian yang baik, berprestasi, dedikasi dan memiliki loyalitas yang tinggi terhadap PPNI.
2. Mampu bekerjasama secara kolektif, mampu meningkatkan dan mengembangkan peranan PPNI dalam pelayanan keperawatan professional dalam menunjang pengembangan pelayanan kesehatan khususnya dan Pengembangan Nasional umumnya.
3. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi dan profesi.
4. Sanggup bekerja aktif dalam organisasi.

Pasal 25
Penggantian Pengurus Antar Waktu
1. Penggantian Kepengurusan organisasi dalam satu masa jabatan dimungkinkan karena ada pengurus :
a. Meninggal dunia.
b. Berhenti diatas permintaan sendiri.
c. Pindah ke tempat lain yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat aktif dalam waktu 6 bulan.
d. Tidak aktif mengikuti kegiatan organisasi yang dinilai oleh rapat pleno pengurus diberhentikan.

2. Kewenangan pemberhentian pengurus sesuai ayat (1) butir "d" diatur sebagai berikut :
a. Pengurus Pusat dilakukan oleh Rapat Pleno Pengurus Pusat setelah berkonsultasi dengan Dewan Pertimbangan Pusat.
b. Pengurus Propinsi dilakukan oleh Pengurus Pusat atas usulan hasil Rapat Pleno Pengurus Propinsi setelah berkonsultasi dengan Dewan Pertimbangan Propinsi.
c. Pengurus Kab/Kota dilakukan oleh Pengurus Propinsi atas usulan hasil Rapat Pleno Pengurus Kab/Kota setelah berkonsultasi dengan Dewan Pertimbangan Kab/Kota.
d. Pengurus Komisariat dilakukan oleh Pengurus Kab/Kota atas usul hasil Rapat Pengurus Komisariat.
e. Untuk Pengurus Ikatan/ Himpunan oleh Rapat Pleno Ikatan/ Himpunan dan atas pertimbangan Pengurus PPNI sesuai tingkat kepengurusan organisasi.

BAB V
KEKAYAAN
Pasal 26
1. Besarnya uang pangkal dan uang iuran keanggotaan ditetapkan oleh MUNAS.
2. Besaran uang pangkal bagi anggota baru adalah Rp.25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah).
3. Iuran anggota sebesar Rp.8.000,- (delapan ribu rupiah) / orang / bulan.
4. Pengalokasian uang pangkal dan iuran bulanan anggota ditetapkan sebagai berikut :
a. Pengurus Pusat sebesar 15%
b. Pengurus Propinsi sebesar 20%
c. Pengurus Kab/Kota senbesar 25%
d. Pengurus Komisariat 40%

5. Iuran anggota ditambahkan iuran keanggotaan ICN sebesar Rp.2.000,- (dua ribu rupiah)/anggota/ bulan dan disetorkan langsung oleh Pengurus Komisariat kepada Pengurus Pusat melalui rekening bank.

6. Pembagian uang hasil usaha dari unit-unit pelaksana teknis atau usaha-usaha lain yang mengatasnamakan dan atau menggunakan nama PPNI antara lain :
a. Pelaksana usaha yang bersangkutan 75%
b. Fee organisasi sebanyak 25% dengan rincian :
1) Komisariat atau lokasi di mana badan usaha tersebut berada : 10%
2) Pengurus Pusat, Propinsi dan Pengurus Kab/Kota, masing-masing : 5%

7. Pemasukan dan pengeluaran keuangan organisasi wajib didokumentasikan sesuai dengan system yang berlaku untuk organisasi nirlaba.

8. Pemasukan dan pengeluaran keuangan organisasi wajib dipertanggungjawabkan dalam forum MUNAS/MUSPROP/MUSKAB/MUSKOT dan rapat organisasi.
9. Mekanisme pembayaran secara rinci akan diatur dalam aturan organisasi.

BAB VI
ATURAN TAMBAHAN

Pasal 27
1. Setiap anggota PPNI dianggap telah mengetahui isi dari Anggaran Dasar dan Rumah Tangga PPNI/
2. Perselisihan dalam penafsiran Anggaran Dasar dan Rumah Tangga PPNI ini diputuskan oleh Pengurus Pusat.
3. Hal-hal yang belum diatur didalam Anggaran Rumah Tangga PPNI ini dimuat di dalam Peraturan Organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga.

                                                                                                Ditetapkan di : Balikpapan
                                                                                                Pada tanggal : 30 Mei 2010
                                                                                                Ketua Umum PPNI Pusat


                                                                                                Dewi Irawaty, MA, PhD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar